Sabtu, 23 Juli 2016

MEREKA YANG MEMILIH MENEPI


“Mangrove Lestari, Pantura Berseri”, Sebuah kalimat di Banner Pelatihan Fasilitator Program Rehabilitasi Ekosistem Pesisir (Pro-Pesisir) Kementrian Kelautan Perikanan menyambut kami di sebuah ruang meeting hotel bintang tiga tidak jauh dari  pusat Jakarta. Saya tak pernah membayangkan akhirnya duduk di salah satu kursi ruangan ini dan mengikuti kembali pelatihan kefasilitatoran.

Fasilitator, jika didefinisikan sebagai sebuah profesi tidak pernah terlintas dalam list mimpi-mimpi. Sejak secara tidak terencana memutuskan masuk di Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada yang kemudian membuat saya lebih tertarik mengamati dinamika perkotaan khusunya penataan ruang, saya membayangkan di kemudian hari duduk di salah satu gedung tinggi di Jakarta, menatap layar komputer dan mengotak-atik tata ruang kota, merencanakan pusat kegiatan dan pelayanan maupun kawasan pariwisata.

Ketika pengalaman Kuliah Kerja Lapangan (KKL) I akhirnya membawa saya ke pantai utara jawa (Semarang) untuk mengkaji bentang lahan dan pemanfaatannya, saya lebih tertarik melihat kawasan Industri dan aktivitas keluar masuk kendaraan di sekitar pelabuhan Tanjung Emas, dibanding mengamati banjir rob, mangrove yang rusak dan fenomena reklamasi di sekitar kawasan pantai Marina. Kecuali pantai marina, saya tertarik mengkaji perencanaan permukiman dan pariwisatanya.

Pun ketika akhirnya ketika Kuliah Kerja Lapangan II secara diacak saya tergabung dalam kelompok Perikanan untuk pengukuran kawasan potensial di Kabupaten Cilacap, awalnya sempat membuat saya sedikit bertanya heran, apa hubungan dan urgensinya ilmu geografi mengkaji perikanan?. Ketika kegiatan berlangsung pun akhirnya saya lebih suka mengkaji persebaran tempat pelelangan Ikan, pelabuhan, dermaga, mengamati pantai teluk penyu yang sepi, dan kemudian menghasut kawan-kawan untuk untuk mencari ikan hias, sekaligus berwisata menengok sisi lain keindahan pulau Nusa Kambangan.

Tahun 2013 setelah mengikuti Kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di sebuah desa terpencil tengah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Gorontalo, kami melepas penat menikmati masa pembebasan dari kurungan lebatnya hutan TNBNW dengan berwisata di  Pantai Olele Gorontalo, serta Taman Nasional Bunaken Manado. Disanalah, dari sekedar aktivitas snorkling saya  mulai mencintai keindahan Laut.

Hampir dua tahun berselang dari kegiatan di Gorontalo dan Manado, sebuah pesan nostalgia di group KKN kembali mengingatkan akan indahnya terumbu karang dan biota laut di pantai Olele maupun Bunaken. Di Group lain ada pengumuman rekruitemen fasilitator di Pulau-pulau kecil. Saya membayangkan seperti akan menarik melakukan pendampingan di pulau-pulau kecil sekaligus melepaskan penat membaca berita negeri yang semakin kacau dan perang status di Facebook yang tidak berkesudahan.

Singkat cerita, saya pun diterima dan mulai bertugas sebagai fasilitator pulau-pulau kecil terluar sebuah program hasil kerjasama Kementrian Kelautan dan Perikanan, DFW Indonesia dan Endev (GIZ). Jauh di luar bayangan, menjadi fasilitator di pulau-pulau kecil ternyata memang penuh tantangan. Mulai dari harus terbiasa menerjang gelombang besar, beradaptasi dengan makanan baru, bertemu dengan orang-orang baru dengan perbedaan bahasa, warna kulit, budaya, kebiasaan, agama hingga cara berpikir dan bertindak ternyata sama sekali buka sesuatu yang mudah.

Meskipun penuh tantangan dan tekanan, saya tidak  bisa berbohong kalau pekerjaan ini memang terlalu mengasyikan. Pengalaman hidup dan tinggal bersama masyarakat di pulau-pulau kecil dengan segala dinamikanya merupakan sesuatu yang akhirnya saya sadari teramat mewah yang tidak semua orang bisa merasakan. Namun saya juga tidak berbohong kalau ada pekerjaan lain selain terpisah dari orang-orang tercinta, dan kampung halaman tentu saya akan memilih pekerjaan itu.

“Apa yang kau tak suka belum tentu tak baik bagimu” entah sebuah pepatah darimana asalnya, namun benar begitu adanya. Selepas mengikuti kegiatan pendampingan di pulau-pulau kecil saya kembali mencoba mengejar mimpi mencari lahan untuk mengaplikasikan teori-teori dan praktik-praktik yang saya dapatkan di bangku kuliahan. Namun Tuhan berkehendak lain, sebuah tawaran kegiatan kefasilitatoran kembali menghampiri. Kali ini bukan di pulau-pulau kecil, namun di kawasan pesisir di pantai utara jawa. sebuah tempat yang tidak terlalu jauh dari kediaman saya, dan tidak terlalu jauh pula dari seseorang yang sedang saya perjuangkan.

Rabu 20 Juni, Pelatihan kefasilitatoran kembali aku ikuti. Di salah satu tempat duduk yang ditata melingkar terlihat wajah-wajah baru, wajah-wajah optimis para pejuang yang akan mengabdikan diri untuk vegetasi pesisir dan mangrove di pantai utara jawa. Dan saya bangga dapat duduk diantara mereka. Orang-orang langka yang memilih meninggalkan kenyamanan, memilih menepi, hidup memfasilitasi masyarakat untuk “Mangrove Lestari, Pantura Berseri”.


@mz_syams, 

3 komentar: