“Mangrove Lestari, Pantura Berseri”, Sebuah kalimat di Banner Pelatihan Fasilitator Program Rehabilitasi Ekosistem Pesisir (Pro-Pesisir) Kementrian Kelautan Perikanan menyambut kami di sebuah ruang meeting hotel bintang tiga tidak jauh dari pusat Jakarta. Saya tak pernah membayangkan
akhirnya duduk di salah satu kursi ruangan ini dan mengikuti kembali pelatihan
kefasilitatoran.
Fasilitator, jika didefinisikan sebagai sebuah profesi tidak pernah
terlintas dalam list mimpi-mimpi. Sejak secara tidak terencana memutuskan masuk
di Prodi Pembangunan Wilayah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada yang
kemudian membuat saya lebih tertarik mengamati dinamika perkotaan khusunya
penataan ruang, saya membayangkan di kemudian hari duduk di salah satu gedung
tinggi di Jakarta, menatap layar komputer dan mengotak-atik tata ruang kota, merencanakan
pusat kegiatan dan pelayanan maupun kawasan pariwisata.
Ketika pengalaman Kuliah Kerja Lapangan (KKL) I akhirnya membawa
saya ke pantai utara jawa (Semarang) untuk mengkaji bentang lahan dan
pemanfaatannya, saya lebih tertarik melihat kawasan Industri dan aktivitas
keluar masuk kendaraan di sekitar pelabuhan Tanjung Emas, dibanding mengamati
banjir rob, mangrove yang rusak dan fenomena reklamasi di sekitar kawasan
pantai Marina. Kecuali pantai marina, saya tertarik mengkaji perencanaan
permukiman dan pariwisatanya.
Pun ketika akhirnya ketika Kuliah Kerja Lapangan II secara diacak
saya tergabung dalam kelompok Perikanan untuk pengukuran kawasan potensial di
Kabupaten Cilacap, awalnya sempat membuat saya sedikit bertanya heran, apa
hubungan dan urgensinya ilmu geografi mengkaji perikanan?. Ketika kegiatan
berlangsung pun akhirnya saya lebih suka mengkaji persebaran tempat pelelangan
Ikan, pelabuhan, dermaga, mengamati pantai teluk penyu yang sepi, dan kemudian
menghasut kawan-kawan untuk untuk mencari ikan hias, sekaligus berwisata menengok
sisi lain keindahan pulau Nusa Kambangan.
Tahun 2013 setelah mengikuti Kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di
sebuah desa terpencil tengah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Gorontalo,
kami melepas penat menikmati masa pembebasan dari kurungan lebatnya hutan TNBNW
dengan berwisata di Pantai Olele
Gorontalo, serta Taman Nasional Bunaken Manado. Disanalah, dari sekedar
aktivitas snorkling saya mulai mencintai
keindahan Laut.
Hampir dua tahun berselang dari kegiatan di Gorontalo dan Manado,
sebuah pesan nostalgia di group KKN kembali mengingatkan akan indahnya terumbu
karang dan biota laut di pantai Olele maupun Bunaken. Di Group lain ada
pengumuman rekruitemen fasilitator di Pulau-pulau kecil. Saya membayangkan
seperti akan menarik melakukan pendampingan di pulau-pulau kecil sekaligus
melepaskan penat membaca berita negeri yang semakin kacau dan perang status di
Facebook yang tidak berkesudahan.
Singkat cerita, saya pun diterima dan mulai bertugas sebagai fasilitator pulau-pulau kecil terluar sebuah program hasil kerjasama Kementrian Kelautan dan Perikanan, DFW Indonesia dan Endev (GIZ). Jauh di luar bayangan, menjadi fasilitator di pulau-pulau kecil ternyata
memang penuh tantangan. Mulai dari harus terbiasa menerjang gelombang besar,
beradaptasi dengan makanan baru, bertemu dengan orang-orang baru dengan
perbedaan bahasa, warna kulit, budaya, kebiasaan, agama hingga cara berpikir
dan bertindak ternyata sama sekali buka sesuatu yang mudah.
Meskipun penuh tantangan dan tekanan, saya tidak bisa berbohong kalau pekerjaan ini memang
terlalu mengasyikan. Pengalaman hidup dan tinggal bersama masyarakat di
pulau-pulau kecil dengan segala dinamikanya merupakan sesuatu yang akhirnya
saya sadari teramat mewah yang tidak semua orang bisa merasakan. Namun saya
juga tidak berbohong kalau ada pekerjaan lain selain terpisah dari orang-orang
tercinta, dan kampung halaman tentu saya akan memilih pekerjaan itu.
“Apa yang kau tak suka belum tentu tak baik bagimu” entah sebuah pepatah darimana asalnya, namun benar begitu adanya.
Selepas mengikuti kegiatan pendampingan di pulau-pulau kecil saya kembali
mencoba mengejar mimpi mencari lahan untuk mengaplikasikan teori-teori dan
praktik-praktik yang saya dapatkan di bangku kuliahan. Namun Tuhan berkehendak
lain, sebuah tawaran kegiatan kefasilitatoran kembali menghampiri. Kali ini
bukan di pulau-pulau kecil, namun di kawasan pesisir di pantai utara jawa.
sebuah tempat yang tidak terlalu jauh dari kediaman saya, dan tidak terlalu
jauh pula dari seseorang yang sedang saya perjuangkan.
Rabu 20 Juni, Pelatihan kefasilitatoran kembali aku ikuti. Di salah
satu tempat duduk yang ditata melingkar terlihat wajah-wajah baru, wajah-wajah
optimis para pejuang yang akan mengabdikan diri untuk vegetasi pesisir dan
mangrove di pantai utara jawa. Dan saya bangga dapat duduk diantara mereka.
Orang-orang langka yang memilih meninggalkan kenyamanan, memilih menepi, hidup
memfasilitasi masyarakat untuk “Mangrove Lestari, Pantura Berseri”.
@mz_syams,
Subhanallah,,
BalasHapusSubhanallah,,
BalasHapusAseeek
BalasHapus