Tak terasa, dalam
hitungan beberapa jam Ramadhan 1437H akan segera berakhir. Tak terasa pula
bahwa kejombloan ini belum juga berakhir (Apasih, abaikan wkwk). Ada banyak
kisah di Ramadhan ini yang hendak aku bagi. Namun pesan whatsapp di group KKN
membuatku memutuskan menulis kisah ini. Sebuah momen ramadhan yang baru pertama kali aku
alami, di sebuah tempat di pedalaman Gorontalo, mereka menyebutnya PINOGU.
Pinogu adalah
sebuah kecamatan di pedalaman Gorontalo, tepatnya di tengah kawasan Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone, Kabupaten Bone Bolango. Juli 2013, akses menuju
Pinogu masih sangat butuh perjuangan. Kecamatan Pinogu hanya bisa dijangkau
dengan berjalan kaki atau dengan menggunakan ojek dengan ongkos 500rb sekali
jalan. Karena ingin mencoba tantangan baru (sebenernya karena keterbatasan
dana) untuk menuju Pinogu kami memutuskan untuk Hiking (berjalan kaki). Waktu
tempuh dari starting poin Kecamatan Suwawa Timur menuju Kecamatan Pinogu
dengan berjalan kaki normalnya adalah 8-12 jam. Namun sebagai pemula beberapa
orang diantara kami baru dapat mencapai pinogu setelah 16 Jam (07.30 – 23.30)
itupun melalui berbagai insiden seperti kram, tertahan di tengah hutan,
kehabisan air minum dll.
Misi kami
bersusah-susah datang ke Pinogu adalah dalam rangka Kuliah Kerja Nyata (KKN)
selama kurang lebih 2 bulan lamanya. Kedatangan kami saat itu hanya beberapa
hari sebelum Ramadhan sehingga otomatis kami harus menjalani Full Ramadhan sekaligus
lebaran di lokasi KKN, sebuah keadaan yang awalnya tidak sempat saya
bayangkan.
Memulai Ramadhan di Dataran Hijau
Tidak ada persiapan yang ribet menjalani Ramadhan di
tempat ini. Sebelum Ramadhan kami hanya berkumpul di kantor kecamatan untuk
membahas program KKN dan Ramadhan di masing-masing desa sekaligus berkoordinasi
dengan Pemerintah setempat dan rekan-rekan IP2MP (Ikatan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa
Pinogu).
Seusai
mendapat kepastian hari dimulainya Ramadhan, seperti biasa masyarakat berkumpul
memadati Masjid untuk persiapan shalat Tarawih. Uniknya jika di daerah lain
umumnya setelah shalat Isya langsung dilanjutkan dengan ceramah ataupun shalat
tarawih, namun di masjid Darussalam desa Dataran Hijau justru terlebih dahulu
diadakan musyawarah bersama. Musyawarah ini untuk menentukan berapa jumlah
rakaat shalat tarawih (11-23), dan bagaimana mekanisme shalat witir dikerjakan
(2 + 1 atau langsung 3 rakaat). Setelah mendapat kesepakatan, selanjutnya
adalah menentukan kapan waktu sholat untuk memudahkan masyarakat merencanakan
kegiatan. Waktu sholat disini maksudnya adalah waktu sholat isya & tarawih.
Disinilah keseruannya karena baru pertama kali saya menyaksikan sidang itsbat penentuan
awal sholat. Sebagaian bapak-bapak awalnya ada yang mengusulkan memulai sholat
pukul 19.15 WITA namun dari kalangan ibu-ibu kurang setuju karena masih repot
membereskan hidangan buka puasa dan lainnya. Setelah saling mengemukakan
pendapat akhirnya disepakatilah waktu pelaksanaan sholat isya dan tarawih di
masjid ini pada pukul 19.30 WITA
Hidangan Sahur penuh berkah
Untuk memulai hari pertama Ramadhan, biasanya
orang-orang sudah sejak sore sibuk mempersiapkan hidangan sahur pertama. Namun
bagi kami yang hidup di pelosok daerah, dapat makan sahur dengan kenyang saja
adalah sebuah kesyukuran. Sahur hari pertama hanya kami lalui dengan menikmati
Nasi jagung, abon + sambal dan air putih. Sebenernya kami masih punya stok mie
instan dan makanan lain (ikan asin), namun kami harus berhitung untuk persiapan
selama 2 bulan kedepan.
Sedih,
dan sedih banget rasanya menikmati sahur pertama dengan keadaan seperti ini. Namun
ternyata keberkahan sahur itu bukan pada selezat apa hidangannya, namun
seberapa besar kesyukuran kita. Meskipun hampir setiap hari hanya makan sahur
dengan makan nasi jagung + abon, sambal, mie instan dan kadang-kadang sayur
gedi dan paku-pakuan alhamdulillah kami semua diberi kekuatan untuk terus
berpuasa Full sampai lebaran.
Bedug magrib pertama dan garam
dapur
Puasa Hari pertama akhirnya dapat juga kami
tuntaskan dengan lancar hingga datang waktu berbuka. Tak ada sirup, tak ada es teh
apalagi es buah. Hidangan pembuka berbuka puasa (ta’jil) yang tersaji di meja
adalah kopi, pisang goreng, sambal dan garam.
Bagi
kami orang-orang jawa, agak heran mengapa ada sambal di samping pisang goreng
dan ada pula garam di piring kecil. Selepas bedug magrib bergema langsung saja
kami menyeruput kopi. Kami yang keheranan ada pisang goreng, sambal dan garam
kemudian mengambil pisang goreng dan mencocolnya dengan garam dan membiarkan
sambal tanpa tersentuh tangan.
Berbukalah dengan yang masam
Hari
kedua ramadhan, kami berbuka puasa di masjid Darussalam (Dataran Hijau).
disanalah kami baru mendapat jawaban mengapa ada garam, sambal dan pisang
goreng. Ternyata masyarakat disana mempunyai tradisi unik untuk berbuka puasa. Yakni
sebelum memakan apapun terlebih dahulu mereka akan mengambil sedikit garam
untuk sekedar ditempelkan di lidah. Setelah itu barulah mereka mengambil minuman
dan atau makanan lainnya. Sementara itu, adanya sambal di samping pisang goreng
adalah sebuah kelaziman di daerah sulawesi dimana mereka biasanya memakan
pisang goreng dengan sambal.
Selain
tradisi mencicip garam, di Pinogu juga selalu dihidangkan bubur masam di setiap
kesempatan buka bersama. Bubur ini dibuat dari beras dicampur santan. Namun jangan
bayangkan rasanya adalah asam/kecut. Bubur masam sendiri mempunyai rasa gurih dan
asin. Usut punya usut ternyata di daaerah ini istilah “asin” biasa dikenal
dengan “masam”
Tadarus keliling, Buras dan
Kustar
Tradisi unik lain Ramadhan di Pinogu adalah Tadarus keliling. Jika di daerah lain tadarus
biasanya dilakukan bersama-sama di masjid setelah tarawih, namun di Pinogu
Tadarus dilakukan secara bergilir di tiap rumah penduduk. Pada saat suatu rumah mendapat
giliran, maka pemilik rumah akan mempersiapkan diri dengan menghidupkan genset,
menyalakan sound system dan menyediakan berbagai macam makanan untuk
orang-orang yang tadarus. Makanan yang menjadi hidangan wajib biasanya adalah buras, dan kustar (makanan ini umum ditemukan di daerah sulawesi),
sedangkan hidangan khas Gorontalo yang bisanya tersaji adalah milu siram dan
ilabulo. serta tidak ketinggalan tentunya ditemani mantapnya kopi pinogu.
Bagi
yang belum tahu, buras adalah sejenis lontong/arem-arem yang terbuat dari beras
dan santan dan dinikmati dengan sambal santan kental. Sedangkan kustar adalah sejenis
puding yang dibuat dari tepung custard + irisan jagung manis. Sementara milu
siram adalah jagung dan ikan/ayam yang disiram dengan santan + ampasnya. Sedangkan
ilabulo adalah makanan dari tepung singkong (tapioka) dicampur dengan daging
ayam.
Puting Beliung buka bersama.
Selain
buka bersama di masjid, biasanya kami mendapat undangan buka puasa bersama di
rumah warga. Buka puasa pertama adalah di rumah pak mantri. Beliau adalah
petugas kesehatan yang ditugaskan di puskesmas pinogu sebelum diangkat sebagai
PNS. Dua orang tenaga kesehatan ini berasal dari Solo, meskipun sudah menjadi
dokter umumnya masyarakat memanggil mereka sebagai pak mantri.
Sore
itu kami mendapat undangan buka puasa di kediaman beliau berdua. meskipun salah
satu dari mereka adalah nasrani, mereka mengundang kami untuk berbuka puasa
sekaligus sebagai silaturahmi antar perantau. Di kediaman pak mantri yang
kebetulan baru kembali dari kota inilah, untuk pertama kalinya setelah
berhari-hari kami menjumpai makanan jawa seperti tahu, tempe dan sayur bening.
Keinginan kami untuk menikmati hidangan itu serasa tak terbendung. Dengan hitungan
beberapa detik hampir semua masakan di meja habis kami sikat seperti layaknya
angin puting beliung menyikat habis jalur yang dilauluinya. Pak mantri hanya
terseyum melihat tingkah kita yang seperti orang kelaparan berbulan-bulan. Sementara
kita hanya menertawakan tingkah konyol diri kita yang serasa baru saja mendapat
hidangan surga.
Tumbilotohe, Gemerlap cahaya
di kecamatan tanpa listrik
Pada tahun 2013, kecamatan Pinogu masih belum
teraliri listrik PLN. Listrik genset hanya ada di kantor kecamatan atau rumah
orang-orang berada. Sementara mayoritas lainnya hanya mengandalkan 2 boah bola
lampu dari panel surya Solar Home System (SHS) yang beberapa bahkan
sudah mulai rusak. Beruntung di kecamatan ini kabarnya sekarang sudah dimulai
proyek listrik tenaga surya secara terpusat.
Menjelang
3 Hari terakhir bulan Ramadhan, terlihat pemandangan sibuk di sepanjang jalan. Masyarakat
mempersiapkan pernak pernik (kaliusu) untuk mempatkan lentera di sepanjang
jalan. Tidak lorong ada jalan yang luput dari penerangan lentera ini. Pada malam
3 hari terakhir bulan Ramadhan, lentera dinyalakan dari
magrib hingga menjelang shubuh. Tradisi ini dinamakan Tumbilotohe
Menurut
tokoh masyarakat setempat, tradisi ini awalnya adalah untuk memberikan
penerangan kepada masyarakat yang hendak menuju masjid untuk beribadah selama
bulan ramadhan. Namun saat ini tradisi ini hanya dilakukan pada 3 hari terakhir
bulan ramadhan sekaligus untuk merayakan hari kemenangan.
Lebaran di kampung orang
Sebulan
berpuasa tibalah hari lebaran. Lokasi yang jauh dari kota membuat kita mempersiapkan
lebaran dengan seadanya. tanpa baju baru tanpa gadget baru. Namun tidak dengan
masyarakat disana, meskipun dalam kondisi keterbatasan dan jauh dari kota
mereka tetap antusias menyambut Hari Lebaran. Berbagai kue kering aneka rasa
terhidang di meja, di hari kemenangan inilah akhirnya aku dapat menikmati
segaranya sirup marjan.
Lebaran
di pinogu di pusatkan di kecamatan. Setelah masing-masing desa menyelesaikan
shalat idul fitri, semua tokoh masyarakat, agama dan adat dan beberapa warga berkumpul
di kantor kecamatan untuk melakukan do’a bersama kemudian ditutup dengan saling bersalaman. Setelah
itu barulah tradisi silaturahmi dari rumah ke rumah di lakukan.
Lebaran
hari pertama di Pinogu diwarnai dengan hujan cukup lebat di malam harinya. Setelah
lelah bersilaturahmi, malam harinya kemudian saya menuju kantor kecamatan untuk menelpon
keluarga. Sebelumnya telpon di pagi hari setelah shalat id tidak efektif karena
banyaknya orang yang ingin menelepon sedangkan jaringan telepon terbatas hanya
15 panggilan dalam satu waktu. Di tengah hujan yang masih sedikit deras saya
menuju kantor kecamatan untuk menelepon
keluarga, rasa sedih seakan berpelukan dengan hujan yang tak kunjung reda. Untuk
pertama kalinya lah saat itu saya melewatkan lebaran bersama keluarga.
Ramadhan dan kehidupan di pinogu mengajarkan semuanya.. kesabaran, perjuangan, toleransi, kebersamaan, dan keikhlasan.. Terimakasih telah berbagi pengalaman mewah ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar