Sabtu, 18 Februari 2012
Kebijakan Setengah Hati.. akhirnya makan Hati (tentang terobosan PT KAI)
PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemegang Tunggal Operasional Kereta Api di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan terus melakukan gebrakan-gebrakan dalam upayanya meningkatkan Pelayanan Transportasi yang aman dan Nyaman. diantaranya pengoperasian Commuter Line, Pemasangan Pintu Koboy dan Bola beton, Penertiban Kereta Ekonomi, Pemsangan Wi-fi di kereta Eksekutif, Pengoperasian Jalur dan Kereta Baru, dan yang sedang cukup hangat adalah Pelarangan Pedangan Asongan masuk Kereta dan larangan merokok. Pada kesempatan ini saya hendak mengkritisi kebijakan Larangan Pedagang Asongan Masuk Kereta dan Larangan Merokok di dalam Gerbong.
01 Januari 2012 Saya berkesempatan Pulang Ke Sidareja dari Yogyakarta menggunakan Kereta Api, Awalnya saya sudah berniat pulang dengan menggunakan Bus, mengingat susahnya mendapat Tiket Kereta Api pasca Perayaan Tahun baru di Jogja. akan tetapi karena sudah terlanjur dipesankan Tiket oleh seseorang yang merupakan kakak dari kakak ipar saya yang kebetulan bekerja di PT KAI dan bertugas di Stasiun Lempuyangan, akhirnya saya pulang naik kereta, Ya Meskipun hanya Kereta Ekonomi (Kahuripan) bagi saya sudah Alhamdulillah.Tiket yang saya terima sepertinya sedikit berbeda dengan tiket-tiket dari beberapa bulan sebelumnya, terutama dari segi harga yang biasanya kereta Kahuripan dibandrol 25rb, sekarang naik menjadi 35 ribu. Memasuki Peron Kereta ada pemandangan yang sedikit berbeda dari biasanya, dimana banyak Ibu-Ibu berseragam biru muda dengan barang dagangannya yang hanya bisa mondar-mandir di luar kereta, raut muka mereka nampak sedikit lesu, se sendu malam itu yang masih kelabu karena Karena Kota Jogja baru saja diguyur hujan lebat di sore itu. beberapa saat sebelum naik kereta, saya baru tahu bahwa per 1 Januari Pedangan Asongan tidak boleh berjulan di dalam gerbong.. kasihan juga melihat mereka..
Perjalanan Kereta Api Kahuripan sedikit molor hampir satu jam, katanya akibat rel yang terendam banjir di sekitar Solo sehingga kereta harus berjalan pelan, Sepanjang perjalanan St Lempuyangan, St. Jogja Kota, St. Patukan, St. Wates suasana kereta kahuripan terasa lebih sepi, karena hanya ada 1-2 pedagang yang berani masuk kereta. melewati St.Wates, St.Kutoarjo, St.Prembun, St. Kutowinagun, St.Kebumen dan semakin kebarat ternyata pedangang semakin bertambah dari 1-2 menjadi 3-4-5 dan seterusnya, dari pedangan Kopi, Pop mie, Rokok, Tissue, permen.. dan kembali saya merasakan Feel naik kereta Ekonomi seperti yang sebelumnya sampai Stasiun Sidareja..
Selanjutnya pada perjalanan kembali ke Jogja saya lebih memilih menggunakan Bus, karena males mesen tiket ke Stasiun, lagian ongkos kereta Ekonomi dengan Bus Eksekutif sudah tidak terlampau Jauh. untuk menikmati layanan Fasilitas Eksekutif dari Bus Efisensi saya hanya perlu membayar Rp.40.000 + Ongkos dari Terminal Sidareja Ke term Cilacap Rp 12.000 atau total 52.000
Rabu 08 Februari saya berniat pulang Ke Sidareja naik kereta bagaimanapun waktu tempuh kereta lebih cepat dibanding bus, Karena Loket stasiun ternyata tutup jam 20.00 dan saya baru bisa nyampai Stasiun pukul 21an, saya gagal mendapat tiket untuk pulang menggunakan kereta. karena tidak mau bolak-balik ke stasiun akhirnya pagi harinya (kamis 09 Februari) saya pulang menggunakan Bus, dan ternyata ada Inovasi Baru di Bus Efisiensi berupa Efisiensi TV (ETV) yang berisi kumpulan Humor Reality Show "Just For Laugh", lagu-lagu terbaru (bukan hanya campursari tapi ada SNSD Juga he he) dan hiburan-hiburan yang lain sehingga tanpa terasa perjalanan sudah berakhir di Terminal Tujuan..
Jum'at 17 Februari saya kembali ke Jogja kali ini menggunakan kereta api, dikarenakan banyak titipan dari rumah buat saudara di Jogja. males juga sih bepergian di Hari Jum'at karena tidak punya kesempatan utk mendapatkan keuatamaan shalat Jum'at akan tetapi karena tiket yang tersedia hanya tinggal hari Jum'at terpaksalah berangkat di Hari itu, lagian agama kita menyediakan Rukhsoh (Keringanan) untuk mengganti Shalat Jum'at dengan Shalat Dhuhur saat dalam keadaan yang tidak memungkinkan diantaranya sakit atau dalam perjalanan.
Memasuki Kereta Api Pasundan pasca larangan pedangang berjualan di dalam Gerbong ternyata hampir tak ada bedanya dengan sebelum ada peraturan tersebut, bedanya hanya ketika selepas St.Wates pedangan semakin berkurang entah karena Apa. perjalanan dari St.Sidareja tetap saja dipenuhi Pedangan, Pengemis dan Pengamen serta Para Perokok. yang paling membuat saya tidak nyaman adalah ketika saya meninggalkan kursi sebentar untuk mencari angin di dekat pintu kereta dan saat kembali, kursi saya diduduki oleh salah seoarang pedangang. saat saya mau duduk pedangan itu gak mau pergi tapi hanya geser sedikit, mungkin karena saya kurus jadi dianggap bisa diselipin. jadilah kursi yang berkapasitas 2 orang di duduki oleh 3 orang, dan kesabaran saya semakin di uji ketika seseorang di depan saya ngrokok. bukannya saya gak mau menegur, toh di depan saya ada petugas (Polisi) pengaman kereta yang berseragam item-item, harapan saya polisi itu yang negur tapi herannya koq Polisi itu tidak mau menolong saya yang semakin tersiksa karena udah di empet-empet, banyak asaprokok pula.. Astaghfirullah.. dan herannya jika ada peraturan tidak boleh merokok di dalam Gerbong Kereta kenapa tuh Polisi ngediemin orang yang berjualan Rokok di dalem gerbong? padahal pedagang itu bersliweran di depan mata kepalanya sendiri.
Bagi saya kebijakan pelarangan pedagang masuk kereta memang tidak efektif manakala tidak dibarengi dengan penyedian alternatif perdangangan selain di dalam kereta, bagaimanapun pedagang perlu diberi ruang untuk menjalankan kegiatan usahanya, setidaknya melalui relokasi atau semacamnya. kebijakan larangan merokokpun mungkin tidak akan efektif manakala perokok tidak diberi alternatif tempat untuk melakuakn aktivitas merokoknya, setidaknya jika ada aturan dilarang merokok perlu juga disediakan adanya smooking room di dalam gerbong, mengingat betapa tersiksanya perokok tanpa asap rokok dalam beberam jam (katanya), seperti perlunya penyediaan WC karena dilarangnya penumpang membuang kotoran di dalam gerbong..
Kebijakan dan Terobosan PT KAI memang luar biasa, namun semuanya menjadi tidak bermakna manakala kebijakan tidak turun ke dalam tahap pengimplementasian dan tanpa dibarengi pengawasan. memang tidak bijak jika hanya menyalahkan pihak yang berwenang atas permasalahan dalam pengimplementasian kebijakan, namun juga bukan menjadi kesalahan melakukan komplain manakala pelanggaran itu terjadi tepat di depan mata penegak hukum.
Ya sudah saatnya kita berbenah, memahami bahwa Peraturan bukan untuk dilanggar..
karena bangsa yang bermartabat adalah mereka yang taat pada peraturan..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar