Selasa, 22 Maret 2016

Mengurai Perseturuan Taksi Konvensional vs Taksi Online

Indonesia, Khususnya Jakarta tengah ramai dengan perseteruan Taksi Konvensional (termasuk angkutan kota) dengan Taksi dan ojek Online. Demonstrasi yang terjadi 22 Maret 2016 kali ini merupakan aksi kedua setelah demonstrasi pertama pada tanggal 14 maret 2016 dirasa tidak ditanggapi oleh pemerintah. Tidak tanggung-tanggung demo dan mogok angkutan darat kali  ini meluas sewilayah Jabodetabek. Kedepan Mereka  mengancam akan mengadakan mogok nasional apabila tuntuan mereka tidak juga dipenuhi. Para pendemo menuntut penutupan aplikasi transportasi berbasis online yang dianggap illegal dan menurunkan pendapatan.

news.liputan6.com


Kontroversi trasportasi berbasis online sudah berlangsung cukup lama, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan pada 18 Desember 2015 sempat mengeluarkan perintah pembekuan transportasi berbasis online seperti Gojek, Uber, dan Grab. Kebijakan ini langsung memacing reaksi masyarakat yang umumnya menolak pembekuan transportasi berbasis online.  Di Jagat maya (Twitter) muncul tranding topic #SaveGojek dan meminta menteri perhubungan mencabut larangan tersebut. Reaksi penolakan pemebekuan transportasi berbasis online juga sempat disampaikan oleh presiden Jokowi. Melihat rekasi masyarakat yang sedemikian besar akan keberadaan transportasi berbasis online, menteri perhubungan akhirnya mencabut kebijakan pembekuan ini.

Sesaat setalah pencabutan pembekuan ini, diam-diam ternyata Kementerian Perhubungan telah meminta kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) melakukan pemblokiran atas aplikasi transportasi berbasis online khusunya adalah Uber dan GrabCar. Aplikasi Gojek sendiri yang mengkhusukan pelayanan dengan sepeda motor lolos dari kebijakan ini dikarenakan belum ada regulasi yang mengatur mengenai armada sepeda motor yang dijadikan angkutan umum. Namun hingga demo kedua ini Kominfo masih tetap membiarkan oprasional aplikasi transportasi berbasis online dengan alasan masih melakukan kajian dan komunikasi dengan Kemenhub termasuk juga dengan Kementrian Koperasi terkait perizinan aplikasi transportasi berbasis online.

Transportasi berbasis Online; Pelayanan Prima dan Kemurahan Harga.
                Transportasi berbasis online selama ini dikenal dengan pelayanan prima dan harga yang bersahabat. Armada yang digunakan adalah mobil berplat hitam yang umumnya masih baru. Manajemen Uber dan Grabcar mensyarakatkan mobil yang dipakai untuk melayani konsumen adalah maksimal berusia 5 tahun. Selama menggunakan jasa ini konsumen dimanjakan seperti menggunakan mobil dan supir pribadi. Belum lagi harganya yang jelas dan tidak berubah-ubah serta murah menjadikan masyarakat banyak beralih dari taksi konvensional menggunakan taksi berbasis online.

                Lain lagi dengan Gojek dan Grabbike, Layanan ini menggunakan armada sepeda motor yang mengutamakan kecepatan dan bebas kemacetan. Penumpang juga dimanjakan dengan adanya Masker dan penutup kepala serta helm. Pelayanan prima dan harga yang bersaing lagi-lagi memunculkan kecemburuan dari transportasi lain seperti Ojek pangkalan dan juga angkutan lain tak terkecuali taksi dan bajaj yang merasa tersaingi.

Menuntut Kesetaraan
                Semakin banyaknya masyarakat yang beralih menggunakan aplikasi berbasis online lambat-laun semakin mengusik keberadaan angkutan konvensional (angkot, taksi dan bajaj). Alih-alih meningkatkan kulaitas pelayanan dan berinovasi dalam persaingan mereka justru menuntut transportasi berbasis online dibekukan.

                Pengusaha dan pengemudi taksi konvensional berdalih beroperasinya taksi berbasis online harus dibarengi dengan kesetaraan regulasi dari Pemerintah. Mereka menganggap perbedaan tarif taksi online yang lebih murah dikarenakan mereka tidak terbebeni dengan berbagai kewajiban seperti pajak, Uji KIR, serta penyediaan Pool dan Bengkel. Alasan diplomatisnya adalah bahwa Pemerintah harus menegakan aturan dan undang-undang transportasi. Menurut pengusaha taksi konvensional regulasi angkutan darat (uji KIR dll) juga penting dipatuhi juga oleh taksi berbasis online untuk menjamin keselamatan penumpang itu sendiri. Disisi lain terkait masalah keselamatan penumpang,  menejemen transportasi berbasis online sudah mempunyai aturan tersendiri misalnya dengan memberikan jaminan asuransi kecelakaan bagi penumpang, identitas driver juga sudah otomatis terintegrasi dengan sistem online sehingga mudah ditelusuri jika sewaktu-waktu penumpang mengalami kejadian yang tidak diinginkan.

news.liputan6.com


Sebuah usulan Solusi
Tuntutan pengemudi taksi konvensional untuk menutup aplikasi transportasi berbasis online bukanlah tuntutan yang bijak karena teknologi terus dan akan semakin berkembang untuk memudahkan kehidupan masyarakat. Tindakan pemerintah untuk memblokir aplikasi transportasi berbasis online tanpa kompromi juga kurang tepat mengingat banyak sekali masyarakat yang terbantu dengan kehadiran transportasi ini ditengah ketidakmampuan pemerintah menyediakan transportasi yang nyaman dan murah. Belum lagi dengan nasib pengemudi transportasi online yang akan terlantar ditengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan.

Pun demikian Transportasi berbasis online dengan berbagai kemudahan dan kemurahan harga harus sadar diri bahwa Pada dasarnya penggunaan angkutan plat hitam memang bukan dimaksudkan sebagai angkutan umum dan bisa dikatakan illegal. Transportasi berbasis online harus turut berbenah mengikuti berbagai aturan yang dipersayaratkan seperti layaknya angkutan umum guna menjamin legalitas dan ketertiban bersama.

Demikian juga taksi konvensional juga harus bersama-sama berbenah meningkatkan pelayanan mereka ditengah berbagai keluahan atas pengemudi. Taksi konvensional harus mampu bertindak tegas apabila ada pengemudinya yang  meminta penumpang membayar diatas argo, tidak hafal jalan sehingga membuat penumpang berputar-putar dan terjebak kemacetan.

Terkait masalah tarif yang bisa dikatakan merupakan biang perselisihan ini, beberapa usulan ini mungkin dapat dijadikan solusi untuk mengatasi kecemburan penetapan tarif. Yaitu:

Ø  Taksi konvensional memberikan 2 Opsi layanan bagi penumpang yaitu sistem taksi berbasis Online maupun sistem Taksi Konvensional. Dengan adanya opsi online maupun konvensional masayarakat dapat memesan secara online dengan mengikuti sistem tarif online atau memesan taksi ke pool dan memberhentikan dijalan dengan menggunakan tarif Argo.

Ø  Pemerintah menetapkan tarif batas atas dan batas bawah per kilometer bagi taksi yang menggunnakan aplikasi berbasis online. Untuk menjaga perang tarif antar operator dan mengantisipasi melambungnya kenaikan tarif taksi online pada jam sibuk, pemerintah menetapkan batas atas dan batas bawah bagi taksi online.

Ø  Tarif taksi yang menggunakan sistem argo ditetapkan oleh Organda (organisasi angkutan darat) dengan mempertimbangkan tarif taksi online.

Secara sekilas tarif tersebut memang lebih menguntungkan taksi konvensional karena dapat memberikan dua opsi layanan, namun tarif taksi online juga tidak dirugikan karena tetap bisa beroperasi dengan bermain pilihan tarif batas atas maupun batas bawah maupun dengan meningkatkan layanan lain.


Demikianlah kemajuan teknologi pasti akan memakan banyak korban, hanya yang mampu berdaptasi yang akan bertahan. Pengemudi Taksi Konvensional maupun taksi Online harus sama-sama dilindungi, karena dibelakang mereka ada anak dan istri yang harus dinafkahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar