Senin 15 Oktober 2012 merupakan hari
yang bersejarah bagi Propinsi DKI Jakarta, pada hari dan tanggal inilah Joko
Widodo dan Basuki Cahya Purnama resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017. Dalam setiap kesempatan, Pasangan yang
akrab dipanggil Jokowi dan Ahok ini berjanji akan bekerja maksimal untuk
mewujudkan “Jakarta Baru” dengan menuntaskan berbagai permasalahan kronis yang
menjadi momok Ibukota negara.
DKI Jakarta yang sudah berusia 485
memang selama ini menjadi magnet yang begitu kuat untuk mendatangkan arus
urbanisasi dari berbagai wilayah di sekitarnya. Selain menjadi pusat
administrasi negara, Jakarta juga berperan sebagai pusat ekonomi/bisnis
nasional. Data tahun 2006 menyebutkan sekitar 70% perekonomian nasional berada
di pulau Jawa dan sekitar 22% berada Jakarta. sehingga ibarat gula dan semut, Jakarta
selalu menarik bagi semut-semut dari berbagai daerah untuk bisa menikmati
secuil gula di Ibukota.
Terjadinya konsentrasi
arus urbanisasi ke Jakarta, pada akhirnya semakin meningkatkan beban bagi Jakarta.
Kepadatan penduduk yang begitu tinggi semakin menyebabkan daya dukung wilayah
dan lingkungan menjadi semakin menurun. Aktivitas pengambilan air tanah yang
berlebihan baik untuk keperluan industri maupun untuk kebutuhan penduduk
ibukota berdampak pada rapuhnya jaringan tanah di Jakarta yang dari awalnya
memang sudah labil. Penurunan muka tanah (ambles) mulai terjadi dibeberapa
wilayah dan sewaktu-waktu dapat mengancam kegiatan penduduk. Belum lagi kondisi
hidrologi Jakarta yang kurang lebih dilalui 13 sungai menyebabkan potensi
banjir kerap menerjang di kala musim penghujan. Semakin pesatnya pertambahan penduduk
dan pertambahan kendaraan pribadi yang tidak diikuti dengan pertambahan ruas
jalan dan angkutan umum menjadikan lalu lintas Jakarta semakin kacau dan titik
kemacetan semakin bertambah. Peliknya permasalahan Ibukota diperparah dengan
budaya hidup masyarakat terutama di daerah pinggiran kota yang kurang
mengindahkan kebersihan sehingga semakin memperburuk wajah Ibukota.
Dengan berbagai permasalahannya,
Presiden RI Susilo Bambang Yodhoyono pada akhir tahun 2009 pernah mewacanakan
pemindahan Ibukota negara. Agaknya presiden mulai risau dengan wajah Jakarta
yang juga menjadi cerminan wajah Indonesia. Berbagai skenario ditawarkan oleh
berbagai pakar dan ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk mencari lokasi yang
ideal bagi Ibukota negara. Beberapa diantaranya ada yang mengusulkan pemindahan
Ibukota ke Kalimantan, Karawang, Bogor, Yogyakarta, Purwokerto, hingga Sulawesi
Selatan tentunya dengan berbagai argumen dan pertimbangannya masing-masing.
Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 2011 Presiden RI jutru
mengisyaratkan agar pembahasan mengenai pemindahan Ibukota diakhiri dengan
menawarkan konsep Greater Jakarta.
Pemindahan Ibukota dari Jakarta
memang bukan merupakan hal yang mudah, terlebih selama berabad-abad Jakarta
sudah menjadi pusat aglomerasi berbagai macam kegiatan dimulai dari menjadi
kota pelabuhan dan kota bandar utama VOC, Ibukota Hindia Belanda hingga menjadi
Ibukota Indonesia sampai saat ini. Dengan sedemikian banyaknya berbagai
kegiatan yang memanfaatkan keuntungan dari aglomerasi di Jakarta seperti pelayanan
pemerintahan dan aktivitas ekonomi, dalam hemat saya pemindahan Ibukota jauh
dari luar Jakarta dikhawatirkan justru berpotensi menyebabkan inefisiensi dari
berbagai kegiatan yang telah teraglomerasi. Jikapun dipindah ke wilayah yang masih
dalam pulau Jawa tentunya pemerintah harus menyediakan biaya yang tidak sedikit
terutama dalam hal penyediaan infrastruktur pemerintahan dan pendukungnya. Visi
Indonesia 2033 meperkirakan biaya pemindahan Ibukota ke pulau Kalimantan bisa
mencapai sekitar Rp. 142 Trilliun, dan mungkin bisa lebih besar jika masih
dalam pulau Jawa.
Berbagai pakar (seperti
tim yang tergabung dalam Visi Indonesia 2033) berpendapat bahwa konsep Greater
Jakarta ataupun pemindahan Ibukota ke lokasi yang dekat dengan Jakarta
tidak didasari agenda pemerataan pembangunan wilayah dan kota-kota. Namun hal
ini perlu dicermati lagi apakah konsep pemindahan Ibukota hanya sekedar
pemindahan Pusat pemerintahan atau disertai pemindahan Pusat perekonomian.
Dalam hal pemindahan pusat perekonomian yang sudah teraglomerasi seperti
Jakarta tentunya akan sangat sulit, apalagi faktor ekonomi sangat berkaitan
dengan faktor supply and Demand. Dan apabila hanya sekedar memindahkan
pusat pemerintahan ke wilayah yang jauh dari luar jakarta tentunya harus
diperhitungkan lagi terkait kemudahan aksesibilitas dan dan efisiensi pelayanannya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
diatas agaknya konsep Greater Jakarta bisa dijadikan solusi.
Dalam mewujudkan konsep Greater
Jakarta Pemerintah pusat telah menerbitkan sejumlah payung hukum berkaitan
dengan kawasan megapolitan yang tertuang dalam UU No 26 tahun 2007 tentang
pentaan Ruang, PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
yang menetapkan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan
Cianjur (Jabodetabepunkjur) sebagai kawasan strategis Nasional dan Perpres No
54 tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jabodetabepunkjur.
Kawasan Jabodetabekpunjur menurut PP
no 26 tahun 2008 adalah satu kesatuan dalam managemen wilayah untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tetap meperhatikan kelestarian lingkungan. Berdasarkan
konsep Greater Jakarta, DKI Jakarta tetap difungsikan sebagai Ibukota
negara. Akan tetapi diimbangi dengan menggeser beberapa fungsi seperti pusat
pemerintahan, ekonomi dan permukiman ke kawasan baru di sekitar Jakarta (Velix
Wanggai dalam Viva.co.id 2011). Dengan demikian cakupan wilayah aglomerasi dari
berbagai kegiatan termasuk ekonomi justru dapat lebih luas dan diharapkan dapat
lebih berkembang. Melalui konsep ini diharapkan peningkatan penyediaan
infrastruktur untuk menunjang aktivitas ekonomi juga dapat lebih efektif dan
efisien karena wilayah-wilayah di sekitar Jakarta dapat lebih tertata dan
terstruktur (Djakapermana, 2008).
Lalu bagaimana peran yang dapat
dimainkan oleh Jokowi dan Ahok dalam mewujudkan “Jakarta Baru”? tentunya untuk
mewujudkan tatanan Jakarta Baru melalui konsep Greater Jakarta Pasangan
ini harus intens melakukan komunikasi dan koordinasi dengan daerah yang tergabung
dalam Kawasan Jabodetabekpunjur dengan memaksimalkan fungsi badan koordinasi antar
daerah agar terjadi kesepahaman dan keselarasan pembangunan antar daerah
seperti penyesuaian Tata Ruang dari masing-masing daerah yang agar sesuai
dengan arahan Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Serta melakukan koordinasi
dengan kementrian terkait untuk segera merealisakan proyek yang terkait konsep Greater
Jakarta agar beban Jakarta dapat segera berkurang dan pertumbuhan ekonomi
serta keseimbangan ekologis dapat terjaga.
"Tulisan ini disusun untuk memenuhi Tugas Matakuliah Ekonomi Regional pada Prodi Pembangunan Wilayah FGE UGM"
Bagus ini, tek share y..
BalasHapusiya.. monggo mas kukuh :D
BalasHapus