Jumat, 07 Desember 2012

MEWUJUDKAN TATANAN “JAKARTA BARU” MELALUI KONSEP “GREATER JAKARTA”




Senin 15 Oktober 2012 merupakan hari yang bersejarah bagi Propinsi DKI Jakarta, pada hari dan tanggal inilah Joko Widodo dan Basuki Cahya Purnama resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017. Dalam setiap kesempatan, Pasangan yang akrab dipanggil Jokowi dan Ahok ini berjanji akan bekerja maksimal untuk mewujudkan “Jakarta Baru” dengan menuntaskan berbagai permasalahan kronis yang menjadi momok Ibukota negara.
DKI Jakarta yang sudah berusia 485 memang selama ini menjadi magnet yang begitu kuat untuk mendatangkan arus urbanisasi dari berbagai wilayah di sekitarnya. Selain menjadi pusat administrasi negara, Jakarta juga berperan sebagai pusat ekonomi/bisnis nasional. Data tahun 2006 menyebutkan sekitar 70% perekonomian nasional berada di pulau Jawa dan sekitar 22% berada Jakarta. sehingga ibarat gula dan semut, Jakarta selalu menarik bagi semut-semut dari berbagai daerah untuk bisa menikmati secuil gula di Ibukota.

Terjadinya konsentrasi arus urbanisasi ke Jakarta, pada akhirnya semakin meningkatkan beban bagi Jakarta. Kepadatan penduduk yang begitu tinggi semakin menyebabkan daya dukung wilayah dan lingkungan menjadi semakin menurun. Aktivitas pengambilan air tanah yang berlebihan baik untuk keperluan industri maupun untuk kebutuhan penduduk ibukota berdampak pada rapuhnya jaringan tanah di Jakarta yang dari awalnya memang sudah labil. Penurunan muka tanah (ambles) mulai terjadi dibeberapa wilayah dan sewaktu-waktu dapat mengancam kegiatan penduduk. Belum lagi kondisi hidrologi Jakarta yang kurang lebih dilalui 13 sungai menyebabkan potensi banjir kerap menerjang di kala musim penghujan. Semakin pesatnya pertambahan penduduk dan pertambahan kendaraan pribadi yang tidak diikuti dengan pertambahan ruas jalan dan angkutan umum menjadikan lalu lintas Jakarta semakin kacau dan titik kemacetan semakin bertambah. Peliknya permasalahan Ibukota diperparah dengan budaya hidup masyarakat terutama di daerah pinggiran kota yang kurang mengindahkan kebersihan sehingga semakin memperburuk wajah Ibukota.
Dengan berbagai permasalahannya, Presiden RI Susilo Bambang Yodhoyono pada akhir tahun 2009 pernah mewacanakan pemindahan Ibukota negara. Agaknya presiden mulai risau dengan wajah Jakarta yang juga menjadi cerminan wajah Indonesia. Berbagai skenario ditawarkan oleh berbagai pakar dan ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk mencari lokasi yang ideal bagi Ibukota negara. Beberapa diantaranya ada yang mengusulkan pemindahan Ibukota ke Kalimantan, Karawang, Bogor, Yogyakarta, Purwokerto, hingga Sulawesi Selatan tentunya dengan berbagai argumen dan pertimbangannya masing-masing. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 2011 Presiden RI jutru mengisyaratkan agar pembahasan mengenai pemindahan Ibukota diakhiri dengan menawarkan konsep Greater Jakarta.
Pemindahan Ibukota dari Jakarta memang bukan merupakan hal yang mudah, terlebih selama berabad-abad Jakarta sudah menjadi pusat aglomerasi berbagai macam kegiatan dimulai dari menjadi kota pelabuhan dan kota bandar utama VOC, Ibukota Hindia Belanda hingga menjadi Ibukota Indonesia sampai saat ini. Dengan sedemikian banyaknya berbagai kegiatan yang memanfaatkan keuntungan dari aglomerasi di Jakarta seperti pelayanan pemerintahan dan aktivitas ekonomi, dalam hemat saya pemindahan Ibukota jauh dari luar Jakarta dikhawatirkan justru berpotensi menyebabkan inefisiensi dari berbagai kegiatan yang telah teraglomerasi. Jikapun dipindah ke wilayah yang masih dalam pulau Jawa tentunya pemerintah harus menyediakan biaya yang tidak sedikit terutama dalam hal penyediaan infrastruktur pemerintahan dan pendukungnya. Visi Indonesia 2033 meperkirakan biaya pemindahan Ibukota ke pulau Kalimantan bisa mencapai sekitar Rp. 142 Trilliun, dan mungkin bisa lebih besar jika masih dalam pulau Jawa.
Berbagai pakar (seperti tim yang tergabung dalam Visi Indonesia 2033) berpendapat bahwa konsep Greater Jakarta ataupun pemindahan Ibukota ke lokasi yang dekat dengan Jakarta tidak didasari agenda pemerataan pembangunan wilayah dan kota-kota. Namun hal ini perlu dicermati lagi apakah konsep pemindahan Ibukota hanya sekedar pemindahan Pusat pemerintahan atau disertai pemindahan Pusat perekonomian. Dalam hal pemindahan pusat perekonomian yang sudah teraglomerasi seperti Jakarta tentunya akan sangat sulit, apalagi faktor ekonomi sangat berkaitan dengan faktor supply and Demand. Dan apabila hanya sekedar memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah yang jauh dari luar jakarta tentunya harus diperhitungkan lagi terkait kemudahan aksesibilitas dan  dan efisiensi pelayanannya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas agaknya konsep Greater Jakarta bisa dijadikan solusi.
Dalam mewujudkan konsep Greater Jakarta Pemerintah pusat telah menerbitkan sejumlah payung hukum berkaitan dengan kawasan megapolitan yang tertuang dalam UU No 26 tahun 2007 tentang pentaan Ruang, PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menetapkan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabepunkjur) sebagai kawasan strategis Nasional dan Perpres No 54 tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jabodetabepunkjur.
Kawasan Jabodetabekpunjur menurut PP no 26 tahun 2008 adalah satu kesatuan dalam managemen wilayah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tetap meperhatikan kelestarian lingkungan. Berdasarkan konsep Greater Jakarta, DKI Jakarta tetap difungsikan sebagai Ibukota negara. Akan tetapi diimbangi dengan menggeser beberapa fungsi seperti pusat pemerintahan, ekonomi dan permukiman ke kawasan baru di sekitar Jakarta (Velix Wanggai dalam Viva.co.id 2011). Dengan demikian cakupan wilayah aglomerasi dari berbagai kegiatan termasuk ekonomi justru dapat lebih luas dan diharapkan dapat lebih berkembang. Melalui konsep ini diharapkan peningkatan penyediaan infrastruktur untuk menunjang aktivitas ekonomi juga dapat lebih efektif dan efisien karena wilayah-wilayah di sekitar Jakarta dapat lebih tertata dan terstruktur (Djakapermana, 2008).
Lalu bagaimana peran yang dapat dimainkan oleh Jokowi dan Ahok dalam mewujudkan “Jakarta Baru”? tentunya untuk mewujudkan tatanan Jakarta Baru melalui konsep Greater Jakarta Pasangan ini harus intens melakukan komunikasi dan koordinasi dengan daerah yang tergabung dalam Kawasan Jabodetabekpunjur dengan memaksimalkan fungsi badan koordinasi antar daerah agar terjadi kesepahaman dan keselarasan pembangunan antar daerah seperti penyesuaian Tata Ruang dari masing-masing daerah yang agar sesuai dengan arahan Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Serta melakukan koordinasi dengan kementrian terkait untuk segera merealisakan proyek yang terkait konsep Greater Jakarta agar beban Jakarta dapat segera berkurang dan pertumbuhan ekonomi serta keseimbangan ekologis dapat terjaga.
"Tulisan ini disusun untuk memenuhi Tugas Matakuliah Ekonomi Regional pada Prodi Pembangunan Wilayah FGE UGM"

2 komentar: