Kamis, 12 November 2015

Menjaga Alam, menghormati Leluhur. (Catatan Kearifan Masyarakat Tanimbar Kei)



Tanimbar Kei merupakan pulau paling ujung tenggara dari kepulauan kei, Maluku Tenggara. Pulau ini dinamakan Tanimbar Kei karena merupakan peralihan dari Kepulauan Tanimbar dan Kepulauan Kei. Untuk menjangkau pulau ini tidak ada kapal line atau yang berjadwal tetap, sehingga pilihannya hanya 2 yaitu ikut bersama kapal motor masyarakat atau menyewa speed boat. Pulau ini dapat dijangkau dari langgur (ibukota maluku tenggara) selama kurang lebih 5-6 jam menggunakan kapal motor masyarakat atau sekitar 2-3 jam jika menggunakan speed boat (termasuk waktu tempuh dari kota langgur menuju pelabuhan debut).

(Perahu kayu, transportasi andalan masyarat tanimbar kei)

 
Guna menjangkau pulau ini harus pandai menghitung waktu. Dikarenakan jika salah perhitungan, kapal terpaksa harus bersandar dulu di pulau nuhuta (pulau kosong di utara tanimbar kei) atau terkatung-katung di tengah laut karena terjebak surut air laut atau yang oleh warga setempat disebut meti. aktivitas pasang surut di pulau tanimbar kei sendiri termasuk dalam tipe pasang surut ganda (mix prevailing semidiurnal) yang terjadi pada waktu pagi-sore atau siang-malam.

Selain harus pandai mengitung waktu pasang surut, ombak di perairan menuju pulau tanimbar kei  juga terkenal cukup tinggi terutama di celah antara pulau nuhuta dan pulau tanimbar kei. ketinggian ombak di perairan ini dipengaruhi oleh arus laut yang mengalir dari laut arafura menuju laut banda, dimana pulau tanimbar kei merupakan salah satu zona peralihan diantara keduanya.

Meskipun demikian, pulau tanimbar kei tetap menjadi pilihan bagi sekitar 750 penduduk untuk tetap bermukim dan mencari penghidupan. Pulau ini sangat kaya akan sumberdaya alam yang masih sangat terjaga. menurut cerita masyarakat, pulau tanimbar kei dulunya merupakan pulau terpadat kedua setelah pulau dullah (kota tual). salah satu cacatan kolonial Hindia Belanda pada tahun 1880an menyebutkan pada waktu itu pulau ini telah dihuni sekitar 1000 penduduk.

Demikian juga bagi peneliti maupun wisatwan, pulau ini selalu menarik untuk dikunjungi. kunjungan wisatawan dan peneliti di pulau ini mencapai 50 persen dari total kunjungan yang tercatat di buku tamu desa. menariknya mayoritas kunjungan wisata di pulau ini didominasi oleh wisatawan mancanegara. Dalam 10 tahun terakhir tercatat wisatawan dari 23 negara telah mengunjungi pulau ini yang didominasi oleh wisatawan Eropa. Pulau ini juga telah menarik antropolog Prancis Dr.Cecile Barraud untuk tinggal bertahun-tahun guna mengamati kehidupan masyarakat adat tanimbar kei.  

(Rumah Adat, penjaga adat tanimbar kei)
 
Salah satu daya tarik pulau tanimbar kei adalah adat dan budaya leluhur yang masih di pegang teguh oleh masyarakatnya. Di kepulauan kei hanya di pulau ini masih dijumpai rumah adat yang dipertahankan bentuk dan keasliannya selama beratus-ratus tahun. Bagi masyarakat tanimbar kei, adat menjadi pegangan masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan maupun memecahkan berbagai masalah dan persoalan.

Sasi, sistem adat untuk pengendalian pemanfaatan SDA
Adat juga menjadi sumber pedoman dalam pengelolaan sumberdaya alam termasuk untuk mengatur pengambilan sumberdaya alam baik di darat ataupun di laut. berbagai peraturan adat tentang pengelolaan sumberdaya ini bahkan telah dibuat secara tertulis (dibukukan) menjadi peraturan desa dan peraturan adat. 

Guna menjaga kelesatarian sumberdaya alam, masyarakat menggunakan sistem sasi Sumberdaya. Sasi merupakan sistem adat untuk membatasi aktivitas masyarakat pada kawasan atau waktu tertentu. Sasi sumberdaya dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada sumberdaya alam darat, pesisir dan laut untuk memberi kesempatan tumbuh dan berkembang sehingga dapat terjaga kelestariannya. Penetapan waktu sasi ada yang sudah terjadwal maupun berdasarkan tanda-tanda alam. di pulau tanimbar kei terdapat berbagai sasi untuk sumberdaya alam diantaraanya yaitu:
 
Ø  Sasi Lola (Throcus niloticus) dibuka 3 hari dalam setahun,
Ø  Sasi teripang dibuka setelah penutupan sasi lola sampai ketika ada angin kencang
Ø  Sasi kelapa pulau nuhuta dilakukan selama sekitar 4-6 bulan dan dibuka sampai penduduk selesai mengambil dan membuat kopra.
Ø  Sasi benda, pohon dan hewan-hewan tertentu.

Penyu, Hewan Sakral yang tidak boleh diperjual-belikan
Selain sasi, masyarakat adat juga mempunyai kearifan lain terutama yang berkaitan dengan totenisme (kepecayaan teradap binatang-bintang tertentu). Jika di daerah lain masih banyak masyarakat yang menangkap memperdagangkan penyu, maka hal ini tidak berlaku di pulau Tanimbar kei. Penyu merupakan hewan sakral yang tidak sembarangan bisa ditangkap dan diperdagangkan. 

Apabila ada masyarakat yang menemukan atau menangkap penyu, maka hasil tangkapan itu seharusnya menjadi milik adat dan harus disajikan kepada tetua adat dan dimakan bersama-sama. Apabila ada yang memperjual belikan penyu, maka orang tersebut terkena sanksi adat dan harus membayar denda dengan menyembelih seekor babi dan mengikuti ritual adat yang telah ditentukan. Kearifan lokal ini cukup ampuh menekan penangkapan penyu secara berlebihan di pulau Tanimbar Kei.

Perkembangan zaman sebuah tantangan.
            Demikianlah, masyarakat tanimbar kei secara beratus-ratus tahun telah hidup bersama adat untuk mengatur berbagi aspek kehidupan termasuk dalam pengelolaan sumberdaya Alam. Meskipun zaman telah silih berganti dan tantangan juga tak pernah henti, masyarakat tanimbar kei terbukti mampu mempertahankan adat sebagai warisan leluhur yang dihormati. 

Tulisan ini juga diterbitkan di Web DFW Indonesia

Jumat, 28 Agustus 2015

Selamat Bro !


Lama sudah tidak pernah mengunjungi blog ini, Ada begitu banyak kisah yang menunggu dituliskan hingga membuat bingung sendiri dari mana akan memulai menuliskan..

Yang pasti bulan agustus ini kegiatan cukup padat, saya kembali lebih awal dari pulau ke ibukota kabupaten untuk menyusun sejumlah laporan yang kian mendekati deadline sekaligus mempersiapkan tugas tambahan di pulau dampingan baru.. ya saat  ini saya berpetualang dari pulau ke pulau untuk mendampingi masyarakat di pulau-pulau kecil dalam program efektivitas sarana-prasarana dari Kementrian Kelautan dan Perikanan. Sebuah tugas yang kedengarannya mungkin absurd namun ternyata cukup asyik meski sedikit rumit..

Sore itu 26 Agustus 2015, saya duduk di balkon penginapan menikmati sepoi angin pesisir,  melepas penat usai berkoordinasi dengan dinas-dinas kabupaten.. sambil mendengarkan lagu Yui,-Tokyo- pikiran kembali melayang ke masa dimana saya pernah menancapkan mimpi “2015 melanjutkan S2 di University of Queensland-Australia”.. Lagu itu diberikan sahabat saya -Slamet Rizwanto- yang bercita-cita melanjutkan S2 di Universiti Kebangsaan Malaysia.. sore itu tahun 2012, di balkon kost lantai dua, kami mendengarkan lagu itu sambil berangan dan menyusun mimpi melanjutkan S2 di Malaysia dan Australia.. dan 2015, Rizwan sudah menginjakan kaki di Malaysia -meski bukan untuk melanjutkan S2- sementara saya masih hanya sekedar memandang bendera Australia..

Di beranda facebook, saya menemukan adek angkatan saya di MA –Nicky Alma Febriana Fauzi- sedang berfoto bersama di Bandara Adisucipto dan bersiap menuju Malaysia untuk melanjutkan S2-nya.. ada kalimat yang cukup menyentak.. “Transit dan cita-cita” -seperti mengarungi sebuah perjalanan, sesekali kita harus transit di sebuah tempat, sekedar ganti pesawat dan melanjutkan kembali perjalanan- dia menambahkan, jika malaysia bukanlah tempat yang menjadi impiannya namun dia yakin Malaysia akan menjadi tempat transit untuk mewujudkan mimpi-mimpi berikutnya..

Dan kali ini saya akan menulis sedikit tentang pemuda ini, pemuda yang selalu terlihat bersemangat dan optimis mengejar mimpi.. seorang pemuda yang bermimpi menyusuri jalanan sepanjang pantai Alexandria, namun tetap semangat meski takdir mengatakan harus transit dulu menyusuri jalanan Jogja.. dan kini harus transit juga di Malaysia untuk melanjutkan S2..

Terkait pemuda ini, Saya pertama mengenalnya ketika kelas 1 MA dan dia kelas 3 Mts, di sebuah forum yang saya lupa kegiatan apa.. saat itu saya hanya sekedar tahu bahwa dia adalah ketua IPMAWI MTs –semacam OSIS-.. setahun kemudian saya mengenal dia karena dia menjadi junior saya yang cukup menonjol di Pramuka.. selain pramuka, dia juga aktif berorganisasi di IPMAWI

Keaktifannya juga berlanjut semasa kuliah, saya kurang tahu kegiatannya di kampus karena kita beda universitas, namun dia cukup aktif memposting gagasannya tentang berbagai persoalan agama dan bangsa.. mulai dari tulisan facebook, blog hingga mengisi artikel di sejumlah majalah.. dan jika setahun lalu dia mengatakan pernah menjadi pembaca setia status-status FB saya tentang skripsi.. maka kali ini saya juga sampaikan bahwa saya merupakan pembaca setia blognya..  saya menyukai gaya tulisannya yang sangat tenang namun mempunyai pesan yang dalam dan mencerahkan.. 

Saya banyak belajar, terutama dari optimismenya mengejar mimpi.. bahwa dalam perjalanan menggapai cita-cita terkadang kita harus ke suatu tempat, bukan untuk mengubah tujuan.. namun sekedar transit dan kemudian kembali melanjutkan perjalanan..

Sempat hampir redup impianku menikmati sejuknya musim salju di Queensland, namun perjuangannya kembali menyadarkan bahwa selalu akan ada jalan bagi setiap orang yang berusaha.. mungkin memang bukan lewat jalan yang kita rencanakan, dan mungkin memang harus transit dulu di suatu tempat yg sama sekali tidak diimpikan..

Kini resmi sudah dia menjadi mahasiswa university of malaya, dan akan memulai hari-hari pertamanya di malaysia.. saya hanya bisa mengucapkan… Selamat bro, selamat menikmati masa transit dan semangat mengejar mimpi-mimpi berikutnya.. saya banyak belajar dari semangat dan kegigihanmu mengejar cita-cita..

Dan Terimakasih telah menularkan semangat dan optimisme itu..

# Tual, Maluku Tenggara..

Jumat, 01 Mei 2015

Selamat Hari Pendidikan Nasional, Bu Khadijah



Sabtu, 02 Mei 2015. Entah sudah berapa kali bangsa ini memperingati hari Pendidikan Nasional. Entah sudah berapa lama pula berbagai masalah pendidikan menumpuk urung mendapat jalan keluar. 


Pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. pemertaan akses dan fasilitas, kualifikasi pendidik, carut-marut bongkar-pasang kurikulum hingga isu kebocoran soal Ujian Nasional masih kerap mengisi headline pemberitaan media kita.


Seorang guru honorer, di sebuah sekolah di pulau jawa sering bercerita kepada saya. Bukan, bukan perkara gajinya yang tidak seberapa. Melainkan tentang praktik kotor yang kian membudaya di sekolahnya. Berbagai manipulasi untuk mendongkrak nama sekolah ataupun pendapatan tenaga pendidik menyentak hati nuraninya. Berikut saya coba tuliskan kisahnya.


“Khadijah” -bukan nama sebenarnya- adalah seorang guru madrasah, beliau memutuskan mengabdi di madrasah untuk menggantikan ayahnya “Abdullah” yang kian menginjak usia senja. Madrasah tersebut adalah rintisan perjuangan pak Abdullah bersama rekan-rekannya. Hampir 40 tahun pak Abdullah mengabdi membesarkan madrasahnya. hingga beliau memutuskan berhenti, tak sepeserpun uang pensiun di dapatnya. Maklum meskipun lebih dari separuh umurnya dihabiskan untuk mengabdi, beliau bukanlah pegawai negeri.


Khadijah masuk madrasah dengan kondisi yang sudah sangat berbeda dibanding era ayahnya. Madrasah kini bisa lebih bernafas dengan suntikan dana BOS dan BSM. Untuk kesejahteraan tenaga pendidiknya, meskipun masih sangat jauh dibanding pegawai negeri setidaknya sudah ada tunjangan fungsional dan sertifikasi. Untuk seorang guru yang mengajar lebih dari 30 jam/pekan, Khadijah rata-rata bisa mendapat gaji 1 - 1,5 juta/bulan. Adapun rekan-rekannya yang sudah mendapat sertifikasi, untuk sesama tenaga honorer bisa mendapat 2,5 - 3 juta/bulan. Sedangkan pegawai negeri? Jauh lebih besar lagi bisa 4-5 juta/bulan. (Perhitungan gaji tersebut adalah pendapatan total. Gaji pokok + berbagai tunjangan).


Khadijah mengajar di sebuah madrasah yang terakreditasi A. cukup mentereng karena letaknya berada di desa. Khadijah pun masih belum bisa percaya mengapa madrasahnya bisa mendapat akreditasi A. -Dan kisah ini bermula- Khadijah bertutur, sebelum tim akreditasi datang meninjau madrasah, kepala madrasah telah terlebih dahulu bersilaturahmi ke rumah tim akreditasi, sambil membawa amplop tentunya apalagi kalau bukan untuk mendongkrak penilaian atas madrasahnya. And taraam.. akreditasi A pun terbit meskipun dari segi prestasi madrasah tersebut masih jauh dari unggul, jangankan pernah memenangkan perlombaan propinsi, tingkat kabupaten saja masih sekedar mimpi.


Menjelang UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tahun lalu, khadijah kembali bercerita. Bukan, bukan tentang kebocoran soal atau jawaban, di madrasahnya masih belum sampai tahap demikian. Dia mengeluhkan anak didiknya yang telah dibina sedemikian rupa, menjelang UAMBN justru dibreafing untuk saling kerjasama memberikan contekan. Lengkap dengan dengan tekniknya agar tidak diketahui pengawas. Guna memudahkan anak didik saling mencotek, kepala madrasah berkeliling ruangan untuk mengajak pengawas ngobrol bersama hingga sejenak lupa akan tugasnya.


Khadijah adalah satu beberapa guru di madrasahnya yang tidak pernah lagi mau menemani muridnya saat LT (Lomba tingkat) PRAMUKA. Pengalaman pertama menemani murid-muridnya justru membuatnya dipaksa untuk memberikan bocoran jawaban atas soal-soal LT. bocoran diberikan saat perjalanan dari POS satu menuju POS lainnya. Dan sudah menjadi rahasia umum, sekolah yang menempatkan wakilnya sebagai juri, pasti akan mendapat juara.


Beberapa bulan yang lalu, saya kembali bertemu khadijah. Dia mengeluh ingin berhenti dari madrasahnya. Dia bercerita tentang rekan-rekanya yang sudah mendapat sertifikasi namun bekerja sesuka hati. (Saya tidak tahu, mungkin dia iri atau karena memang karena tidak sesuai hati nurani). Dia bercerita tentang manipulasi jam mengajar yang disamaratakan 24 jam/orang guna kepentingan laporan dan mendapat tunjangan. Padahal faktanya dia mengajar lebih dari 30 jam, sedangkan rekannya yang sudah sertifikasi ada yang hanya mengajar 20, 18 bahkan 16 jam. 


Di madrasahnya jam belajar hanya sampai 12.30 atau 13.00, namun ketentuan bagi yang sudah mendapat sertifikasi harus pulang pukul 14.30. dan yang terjadi? Semuanya tetap pulang pukul 13.00 sedangkan bagi yang mendapat sertifikasi akan kembali lagi ke madrasah pukul 14.30 untuk sekedar mengisi absensi. Bagi yang lupa absensi? tenang semua bisa dimanipulasi. Melihat kenyataan tersebut khadijah pernah menanyakan kepada dinas pendidikan kabupaten. Namun apa latah, mereka justru memaklumi sambil berujar “tolong-menolong” istilahnya.


Khadijah kian resah, baginya salah satu esensi pendidikan adalah menanamkan nilai kejujuran. Akan seperti apa kelak anak didiknya jika di bangku sekolah justru diajari ketidakjujuran? Dan bagaimana mungkin kejujuran akan ditanamkan oleh pendidik yang tidak jujur?


Khadijah tidak menyerah, selepas aktivitas padatnya mengajar di madrasah, di sore hari dia membuka TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) di musholla kecil di samping rumahnya yang kini kian ramai dengan lebih dari 70 santri aktif. “TPA Ash-Shidqiyah” dia beri nama, berharap masih bisa membentengi anak-anak untuk meneladani salah satu sifat mulia Rasullullah SAW. As-Shidqiyah = Kejujuran.


Selamat Hari Pendidikan Nasional, Bu Khadijah. Semoga tetap istiqomah memperjuangkan nilai-nilai kejujuran.